Kantor dan Karyawan-Karyawan Masa Depan

 

lollieditions.com

The Employees: A workplace novel of the 22nd century karya Olga Ravn adalah sebuah novel fiksi sains yang tidak bertele-tele menceritakan proses perjalanan manusia mencari planet baru untuk ditinggali setelah meninggalkan Bumi. The Employees langsung menghadirkan suasana “kantor masa depan” lewat narasi yang dibangun dari pernyataan-pernyataan para karyawan—yang terdiri dari manusia dan humanoid—ketika diwawancarai menyoal respons mereka terhadap objek-objek asing yang dibawa ke dua ruangan di dalam kantor—kantor itu tak lain adalah sebuah pesawat luar angkasa bernama Six-Thousand Ship. Objek-objek asing yang menimbulkan berbagai respons ganjil dari para pekerja itu diambil dari sebuah planet bernama New Discovery yang sedang mereka observasi.

Pernyataan para karyawan, yang sebenarnya sulit dibedakan yang mana yang terucap dari manusia maupun dari humanoid, berfungsi sebagai penilaian atas kinerja mereka dalam menjalankan produksi kebutuhan sehari-hari untuk bertahan hidup di dalam pesawat. Pernyataan-pernyataan yang seharusnya bersifat objektif karena akan digunakan untuk laporan penilaian malah bernada subjektif, terasa seperti beberapa orang yang curhat soal hari-hari saat mereka bekerja disertai cerita-cerita aneh dari pengalaman mereka ketika melihat, memperhatikan, dan menyentuh objek-objek asing tersebut.

Novel yang masuk ke dalam daftar pendek International Booker Prize pada tahun 2021 ini menggunakan narasi yang terbentuk dari sekumpulan pernyataan para pekerja tak bernama—pernyataan-pernyataan itu hanya ditandai oleh nomor urut yang sering kali acak dan tidak lengkap. Bentuk narasi ini bisa kita sebut sebagai polyvocal narrative, yaitu gaya naratif yang menggunakan beberapa suara atau sudut pandang untuk mendorong pembacaan beragam daripada terfokus pada satu narator saja. Model narasi semacam ini tentu tidak baru karena telah dipakai misalnya oleh novel Un monstruo de mil cabezas (2013) karya Laura Santullo—saya baca versi terjemahannya, Monster Kepala Seribu (Marjin Kiri, 2016)—dan novel Lincoln in the Bardo (2017) karya George Saunders.

Selain untuk lebih mendekatkan pembaca kepada sudut pandang subjektif masing-masing tokoh yang tak bernama, bentuk narasi seperti ini juga melimitasi pembaca dalam melihat dan membayangkan hal-hal yang menjadi fokus cerita, menjadikannya sebagai suatu objek misterius. Dalam The Employees, objek-objek asing dari planet New Discovery menjadi fokus misteri—meski buku ini bukanlah novel misteri. Objek-objek itu dijelaskan secara metaforis dan beragam lewat bebauan, warna, dan visual karena wujudnya yang betul-betul asing dari persepsi para karyawan; juga dibantu oleh deskripsi efek-efek samping yang mereka terima dari objek-objek tersebut, misalnya lewat mimpi-mimpi aneh, sikap obsesif terhadapnya, dan konflik yang terjadi antara manusia dan humanoid.

Objek-objek asing dalam novel ini mengingatkan saya pada monolit balok berukuran besar di dalam 2001: A Space Odyssey. Seperti di film ini, objek-objek asing dalam The Employees bukan hanya membuat saya penasaran arti dari keberadannya selain sebagai objek riset, tapi juga membuka tabir-tabir yang terselubung pada tiap individu. Bagi manusia dalam cerita ini, kehadiran objek-objek itu membuka kembali memori dari kehidupan masa lalu dan meningkatkan kerinduan mereka terhadap Bumi yang telah lama hilang, membuat kinerja mereka dalam proses produksi di kantor menurun. “What have I got left other than a few recollections of the earth we’ve lost? I live in the past. I don’t know what I’m doing on this ship. I carry out my work with complete apathy, sometimes even contempt,” ucap salah seorang manusia.

Sedangkan untuk para humanoid, objek-objek tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja keseharian mereka dan malah secara tidak langsung mendorong mereka bersikap kritis dalam mempertanyakan eksistensinya sebagai makhluk yang diprogram hanya untuk bekerja. Contohnya terjadi kepada salah satu humanoid yang meragukan dan mempertanyakan program yang tersusun di dalam dirinya, “Why do I have these thoughts if the job I’m doing is mainly technical? Why do I have these thoughts if the reason I’m here is primarily to increase production? From what perspective are these thoughts productive?

Ketika manusia makin terpuruk karena nostalgia akut, para humanoid semakin tampak seperti manusia karena perasaan dan sifat manusiawi yang tumbuh di luar program, seperti sedih, menangis, sikap keibuan, sampai kesadaran bahwa dirinya suka membunuh. Meski sadar bahwa mereka dibuat, para humanoid mulai “hidup” dan berusaha keluar dari program yang disusun hanya untuk tujuan bekerja (mirip dengan humanoid yang dihadirkan dalam Blade Runner). “I know without a doubt that I’m real. I may have been made, but now I’m making myself, kata salah satu humanoid saat diwawancarai.

Di sela-sela permasalahan ini, produksi di kantor terus berjalan. Setiap karyawan, khususnya di bagian awal novel, menyatakan bahwa kinerjanya sangat baik dan selalu menyukai pekerjaan mereka di tiap divisi. Pekerjaan-pekerjaan yang tersedia di pesawat ini sebenarnya tampak biasa, seperti pilot, teknisi mesin, peneliti, divisi administratif, direktur pemakaman, sampai ke produsen tekstil ramah lingkungan. Yang menjadi catatan dari nada bicara dan cara mereka menjelaskan soal pekerjaan masing-masing adalah, di bawah tatanan birokrasi dan struktur kantor, manusia dan humanoid tampak sama saja, mereka sama-sama diatur oleh program dan sistem. Hal ini juga yang membuat pembaca akan sulit untuk membedakan siapa yang manusia asli dan siapa yang humanoid, siapa yang manusia tapi bersikap robotik lagi efisien dan siapa yang humanoid tapi bersikap manusiawi dan benar-benar merasa hidup.

Selain menjadi kritik atas dunia kerja dengan memakai beberapa jargon khas birokrasi untuk penilaian kinerja karyawan dan produksi yang mesti berjalan, novel ini juga memakai formula yang sama seperti beberapa karya fiksi sains lain seperti film 2001: A Space Odyssey, Arrival, dan beberapa cerita pendek H. P. Lovecraft yang menekankan bahwa objek-objek hidup yang dianggap asing dan ganjil dapat berpengaruh sangat besar kepada bagaimana individu-individu di sekitarnya melihat objek-objek tersebut, bagaimana mereka bersikap satu sama lain, dan bagaimana relasi sosial antar sesama makhluk terbentuk.

Meski ada beberapa hal yang tampak belum benar-benar terjelaskan dalam novel ini seperti dasar dari konflik antara manusia dan humanoid, saya mendapatkan pengalaman yang sungguh menyenangkan saat membaca sebuah kisah yang diceritakan dengan cara dan bentuk yang tak biasa seperti novel ini. Selain itu, karena pernyataan para karyawan yang sering kali memakai bahasa sehari-hari dan bernada sangat biasa dan dekat, novel fiksi sains ini tampak berbeda dengan umumnya; salah satu hal yang The Employees tekankan adalah beberapa pertanyaan seperti bagaimana menjadi manusia yang sebenanya di tengah hiruk-pikuk pekerjaan yang tampak tiada henti dan bagaimana sebenarnya menjadi makhluk non-manusia di tengah-tengah mereka yang dapat merasakan nostalgia pada tanah kelahirannya.

Catatan: Sang penulis mengatakan bahwa novel ini tak akan tercipta tanpa inspirasi dari instalasi dan pahatan karya Lea Guldditte Hestelund berjudul Consumed Future Spewed Up as Present yang pernah dipamerkan pada tahun 2018 di Overgaden, Copenhagen, Denmark. Sekarang, karya-karya seniman Denmark ini dapat dilihat di https://artviewer.org/lea-guldditte-hestelund-at-overgaden/.

Comments