Esofagus


Sudah tiga hari aku memuntahkan berbagai macam hal: mobil, planet, koran, berita benar, berita bohong, musim panas, suara paus, teknologi masa depan, peperangan, ideologi terbaru, sistem keuangan efektif, rak buku raksasa, sendal jepit, kawanan serigala, undang-undang kenegaraan, telur-telur prasejarah, revolusi, dan hal-hal lainnya. Nenek menganjurkanku untuk memeriksanya ke dokter, sehari setelahnya kudatangi seorang dokter THT dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, apakah aku benar-benar sakit? Setelah mendengar keluhanku, dokter memintaku untuk membuka mulut, sementara ia memeriksa bagian dalam mulutku dengan senter. Saat proses pemeriksaan, kulihat wajahnya kebingungan. 'Sepertinya yang kaualami bukan keahlianku,' katanya setelah pemeriksaan, lalu ia duduk di mejanya dan menuliskan sesuatu. 'Sebaiknya kau datangi seseorang di alamat ini, bilang saja rekomendasi dariku.' 'Maksudnya? Bukannya aku datang ke dokter yang tepat?' 'Tidak, orang di alamat inilah yang tepat. Jika kau mau sembuh, datangi dia.' Sekarang aku dibingungkan dengan perkataan dokter itu. Segera saja kudatangi alamat di atas kertas yang diberikannya dan memencet bel rumah orang itu. 'Ada yang bisa saya bantu?' tanya seorang pria paruh baya saat membuka pintu. Kuceritakan apa yang terjadi lalu ia mempersilahkanku untuk masuk, bukan ke ruang tamunya untuk duduk dan meminum teh, tapi ke ruang bawah tanah rumahnya, laboratoriumnya. Ia mempersilahkanku untuk duduk, lalu ia mulai memeriksa bagian dalam mulutku. 'Hmm,' ia mendehem seperti menemukan sesuatu, 'aku bukan dokter THT seperti dokter yang sudah kautemui sebelumnya. Dan di kerongkonganmu terdapat sebuah lubang hitam, jadi selamat, kau bisa mengeluarkan apapun, dan beberapa hari kemudian kau akan mulai menghisap apapun. Jalan terbaik adalah kau harus menutup mulutmu, berhenti berbicara berlebihan, berhenti makan dan minum-minum berlebihan, berhenti memaki karena tidak perlu, berhenti mengeluh, pokoknya berhenti membuka mulutmu untuk hal yang tidak penting, karena jika kau buka, malapetaka akan datang. Paham?' Aku menatapnya heran, lalu mengangguk, tak lama kemudian kumuntahkan sebuah cabang keilmuan terbaru.

Comments

Popular Posts