Aquarium


Tak pernah terpikir sebelumnya bahwa ia akan sampai di tempat seperti ini. Tempat yang keji dan menakutkan dalam cahaya terang benderang yang indah. Dihiasi bebatuan kecil hitam dan putih serta gambar lautan dengan karang-karang warna-warni di belakangnya yang membuat lingkungan itu seperti aslinya. 

Jika dilihat dari sisi luar, maka tempat ini membuat sang majikan senang. Ia sering berkata, “Melihatnya membuat saya sangat bahagia.” Dengan warna-warni dari sisik-sisik dan kulit-kulit makhluk hidup di dalamnya, maka memang indah jika dilihat dari luar. Tapi sayang, ia hidup di dalamnya dalam kebinasaan yang akan datang tepat jika ia tidak berpikir dan bergerak. 

“Jahanam! Kenapa aku yang terpilih?! Dan kenapa aku pula yang ditinggalkan?! Jika kelak ramalan di kehidupan selanjutnya benar bahwa sang korban punya hak untuk membalas dendam, maka aku akan mencabik tubuh si Hartono dan makhluk-makhluk bengis ini.”

Yah, Hartono. Sang majikan kecil dari hewan-hewan di dalam sebuah aquarium. Ia sudah membesarkan makhluk-makhluk yang membuat hidupnya bahagia cukup lama. Ia selalu hadir di hadapan mereka setelah kembali dari sekolah yang ia pikir begitu membosankan. Dan yang paling membuatnya riang menurutnya adalah hewan-hewan di dalam aquarium tersebut. 
___
Ia adalah seekor ikan mas kecil berumur tiga tahun. Tubuhnya dibaluri sisik-sisik oranye indah dan terang serta dibumbui bercak-bercak hitam yang alami. Ia besar di sebuah aquarium kecil di sebuah toko ikan hias. Dibesarkan bersama kerumunannya yang kerjaannya hanya mendayung sirip dan ekor setiap hari, dan yang paling utama adalah menunggu pellet diberikan oleh sang penjual. 

Ia tidak pernah tahu nama sang penjual. Orang-orang sering berdatangan, mayoritas adalah anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar bersama orangtua yang menuruti permintaan anak-anak mereka untuk membeli ikan. Tapi mereka hanya menyebutnya ‘bang’ atau ‘mas’ atau tidak menyebut apa-apa kecuali kata-kata untuk membeli ikan. 

Setelah hidup bahagia selama tiga tahun di aquarium yang damai bersama keluarga ikan masnya yang lain, datanglah hari naas yang selalu ia berusaha lupakan tapi tidak bisa. Ia dibeli. Spesifikasinya ia dan beberapa temannya. Yah, dibeli oleh seorang anak kecil dengan uang lima ribuan. Dan kata-kata yang masih diingat olehnya adalah, “Bang, beli ikan untuk makanan ikan alligator.” Sambil sang anak menyerahkan uang lima ribuannya itu, sang penjual merauk sekitar lima belas ikan mas kecil seumurannya untuk dijadikan ‘makanan’. Ia dan beberapa lainnya berusaha kabur ketika diciduk dengan sebuah jaring kecil. Tapi tidak berhasil. Tangan sang penjual begitu lihai untuk sisik licin ikan-ikan kecil yang malang itu. 

Ketika sudah masuk ke dalam plastik bening yang diisi air, semua ikan gugup dan kebingungan. Tapi wajah sang anak begitu riang tanpa dosa. Ia mengambilnya dari tangan sang penjual. Ia berjalan pulang dengan awang-awang bahwa sang alligator dan yang lainnya akan kenyang dalam dua hari itu. Lalu ia coba lihat ikan-ikan mas kecil yang ada di dalam plastik dengan senyuman yang indah. Sang ikan mas oranye berbercak hitam hanya menghardiknya tanpa ia sadari.

“Kenapa kau tersenyum, bangsat! Jangan jadikan aku makanan dari hewan peliharaanmu. Tinggalkan aku di selokan, dan aku tidak akan mengganggu hidupmu. Cepat lepaskan aku!” tapi sang anak hanya tersenyum melihat kerumunan ikan yang megap-megap melihat dirinya dan lingkungan baru sekitar yang lebih kejam. 
___
Ia tertekan dengan keaadaan seperti ini. Ia berpikir hanya ikan alligator saja yang menjadi cobaan hidupnya. Tapi ternyata bukan hanya satu. Saudara-saudarinya sudah mati naas di telan tiga makhluk ganas. Ikan alligator, ikan Oscar, dan seekor lobster. Ia tertinggal sendiri siang itu. Sengaja ditinggalkan untuk makan malam tiga makhluk buas yang menurutnya makhluk paling keparat pertama hingga saat itu. 

Keparat kedua adalah sang majikan, Hartono si bocah sekolah dasar yang selalu senang melihat tiga pemangsa itu memakan ikan-ikan mas kecil di dalam aquarium berukuran sedang yang selalu berkilauan dengan warna-warni kendahan di dalamnya. 

Sang alligator adalah yang tertua di sana. Hartono memeliharanya ketika ukurannya masih sejungut jari tangan. Dan sekarang ukurannya kurang lebih sudah mencapai tiga puluh centimeter. Ikan mas kecil selalu berpikir ia adalah psikopat sisik perak berdarah dingin yang selalu sergap dan cepat dalam memakan saudara-saudarinya. Meringisnya lagi, jika lapar ia akan menghabiskan tiga ikan mas kecil secara cepat, bahkan empat. Giginya seperti jeruji besi perobek sisik. Tetangga lain hadir sebagai pemangsa juga. 

Oscar si hitam berbintik lingkaran oranye. Ikan mas kecil pikir bahwa ia adalah ikan yang baik, karena sisiknya adalah kebalikan dari dirinya, dan awalnya ia sangat ramah dalam menyambut ikan-ikan mas kecil yang baru datang di aquarium tersebut. Bahkan seluruh informasi mengenai makhluk-makhluk di aquarium itu, sang Oscarlah yang menceritakannya kepada mereka. Tapi itu semua kebohongan. 

Lalu sang ikan mas kecil baru sadar bahwa setiap makhluk mempunyai kebaikan dan kejahatan. Tidak semua baik, tapi semuanya bisa baik. Dan tidak semuanya jahat, tapi semuanya bisa menjadi jahat. Naasnya lagi, jika sang Oscar sudah merasa kenyang ketika makan, ia akan meninggalkan kepala atau sebagian tubuh dari sang mangsa. 

Tetangga terakhir adalah lobster merah. Hartono sering memujinya karena warna merahnya yang membuatnya seperti lobster mainan. Ia pikir lobster itu lucu. Tapi sang ikan mas kecil berpikir bahwa ia adalah pemangsa berengsek dari tiga pemangsa keparat lainnya. Capitnya membawa ikan-ikan mas kecil ke neraka dunia. Mulutnya yang seperti kaki-kaki kecil seekor kelabang memakan mangsanya secara perlahan. Yah, perlahan. Membuat rasa kematian menjadi lebih perih dan menyakitkan disbanding mati cepat. 

Sekali lagi, sang ikan mas kecil tertekan. Ia merasakan panas dingin di dalam air yang begitu tenang. Hembusan oksigen yang menggelembung-gelembung membuatnya semakin panik. Pergerakan ketiga pemangsa selalu ia perhatikan, agar ia bisa berenang lebih cepat dari mereka. Minimal bisa bergerak jauh dari mereka atau menyudut hingga tidak ketahuan. Karena tidak ada tempat untuk kabur. Tak ada jalan keluar. Tuhan, untuk inikah aku dilahirkan? Pikirnya. 
___
Sepulang sekolah, yang ia pikir sangat-sangat membosankan, ia langsung melihat aquariumnya yang berkilauan. Ia memperhatikan secara teliti semua yang ada di dalamnya. Semuanya dalam keadaan baik. 

Sang alligator sedang memperhatikan refleksi dirinya di kaca aquarium sebelah kanan, sang Oscar terlihat baik dalam gibasan sirip dan ekornya yang lembut, dan sang lobster sedang memojokkan dirinya di dekat bebatuan hitam-putih. Kecuali ia lupa untuk memberikan sedikit pellet untuk satu-satunya ikan mas kecil yang tertinggal. Ia berikan tiga butir pellet berwarna merah pudar ke dalam aquarium, lalu pellet itu mengambang. “Makanlah ikan kecil, agar kau gemuk.” Seru Hartono.

“Makanlah, nak. Jangan siksa tubuhmu.” Ucap sang Oscar dengan nada yang sangat bijak. Sang ikan mas kecil berpikir bahwa suaranya yang sengaja dibuat-buat, seperti suara makhluk yang hidupnya sudah lebih dari seabad dan sudah melewati banyak cobaan hidup. “Jangan siksa tubuhmu, nak. Makanlah apa yang sudah diberikan oleh Tuhan yang dititipkan oleh majikan kita.”

“Ucapanmu hanyalah kebohongan pasif yang tidak akan berguna untuk hidupku, pak tua!” jawab sang ikan kecil dengan suara bergetar. “Sadarlah bahwa kau hanyalah seekor ikan keparat yang sudah memangsa saudara-saudariku. Sadarlah, pak tua!” nadanya semakin tinggi ketika berucap. 

“Hahaha, baiklah jika itu yang kau mau.” Lalu sang Oscar memalingkan wajahnya dari ikan mas kecil yang tubuhnya bergetaran dihadang sebuah ketakutan akut. Posisi sang ikan mas kecil memang membingungkan. Ia tidak bisa keluar dari aquarium keparat itu. Jika meloncat dari tempat itu pun, ia akan mati kehabisan air di atas lantai rumah sang majikan. 


Pernah sekali dalam hidupnya melihat perjuangan ikan badut kecil bersama teman-temannya untuk keluar dari sebuah aquarium dalam kotak yang bisa memunculkan hal-hal hidup dari layarnya. Tapi ia bukan dalam kotak itu, ia berada di dalam situas berbeda, dan yang paling membuatnya tertekan adalah ia sendiri. Teralienasi dari hewan-hewan satu spesies yang mengkonsumsi hal berbeda. 

“Makanlah, kawan. Kau akan mati jika tidak makan. Jika kau mati, aku tidak mau memakan bangkai.” Kata sang alligator setelah menyundul-nyundul kaca aquarium dengan moncongnya. 

“Hahaha! Kau lah yang paling keparat dari yang lain. Makanlah aku sekarang jika kau mau. Seharusnya kau dan kawan-kawan brengsek mu ini menghadapi mayatku dulu, baru kau makan saudara-saudariku. Karena aku akan menang dalam kontes hidup-mati ini! Yah, kontes hidup-mati!”

“Apa yang kau bicarakan, kawan?” Tanya sang alligator dengan senyuman picik.

“Ia sudah mulai berada dalam keadaan tertekan. Kau bisa melihatnya dari wajahnya yang bodoh itu.” ucap sang lobster dari bawah bebatuan.

“Tertekan? Yah! Aku sangat tertekan hidup dalam rangkaian kebinasaan ini. Kalian adalah malaikat perenggut maut jahanam. Tapi ingat, ingat di dalam otak udang kalian bahwa aku yang akan memenangkan kontes hidup-mati ini. Ingat itu.” gertaknya dengan mata melotot yang mengguncag seisi aquarium. Tapi tetap saja, tubuhnya gemetaran dalam air yang tenang itu.

“Hei, tolong jangan bawa-bawa saudara sepupuku dalam kegilaanmu ini.” Sahut sang lobster. 

“Ya, dia mulai menggila. Biarkan saja. Biarkan ia berimajinasi sesukanya.” Seru sang Oscar dari sebelah kiri sang ikan mas kecil. 

“Benar. Benar sekali, Oscar tua. Aku memang menggila.”
___
Ia sangat tahu bagaimana makhluk-makhluk dalam aquarium itu tertidur. Dan selama dua hari terakhir ini, ia pun memperhatikan bagaimana tiga makhluk khianat itu tertidur di setiap malam. sang alligator adalah yang paling agresif. Meskipun dalam keadaan tertidur dengan mata terbuka, metabolisme pergerakannya akan melambat. Tapi jika ada yang mengganggunya ia akan langsung menyerang. Sang lobster tidur seperti mati. Tergeletak hampa dalam mimpi-mimpinya yang indah. Dan sang Oscar tertidur tidak jauh seperti sang alligator, hanya ia lebih lambat.

Ia yakin rencananya akan berhasil. Yah, rencana untuk kontes hidup-mati ini. Ia ingat pesan saudaranya yang terakhir. Sebelum ia dimakan, ia bilang bahwa di dalam hidup ada dua pilihan, dimangsa atau memangsa. Dimakan atau memakan. Dan untuk hal ini, sang ikan mas kecil memilih pilihan kedua dari dua opsi itu. 
___
Hartono menangis sangat keras pagi itu. Ia mengamuk dan memberantaki semua barang yang ada di dalam rumah. Ayah dan ibunya kebingungan dalam menenangkannya. Karena ia meminta yang sudah tiada. Makhluk-makhluk kesayangannya di aquarium mati. Semuanya tanpa terkecuali. Ia melihat peliharaan-peliharaannya tergeletak di atas bebatuan hitam-putih dengan keadaan yang tragis. Kedua mata mereka hilang. Selain itu, kepala sang alligator hampir terlepas dari bagian tubuhnya. Sirip dan tubuh sang Oscar koyak, dan isi tubuhnya mengambang di permukaan aquarium. Dan sang lobster, seluruh tubuhnya terpisah dan mengambang seperti isi tubuh Oscar. Tapi ada satu yang Hartono tak perhatikan. Sang ikan mas kecil. Ia tergeletak di atas lantai dekat aquarium dengan tubuh masih dalam keadaan sempurna. 

Cerita pendek ini telah dipublikasikan di Tabloid Institut edisi LIII / Februari 2018.

Comments

Popular Posts