Hujan, hujan, hujan. Akankah kau sama seperti dulu?

 

HUJAN selalu membawa memori lama yang tersimpan jauh di sudut terdalam otak kita. Itu yang sering kurasakan hingga saat ini. Apalagi hujan yang turun tepat di depan rumah kita, rumah dimana kita tumbuh, dimana kita minum susu putih atau coklat hangat yang dibuat oleh ibu, dimana seluruh mainan tertata rapi, dimana bapak dan ibu tersenyum hangat di cuaca hujan yang dingin, dan dimana jika terlalu dingin ibu akan menyelimuti kita sambil menceritakan hal-hal seru di masa kecilnya.  Pernahkah kau merasakannya? Nostalgia gembita yang tak akan hilang dari berangkas besi di dalam ruang bawah tanah yang dalam? Pernahkah? Karena kalau belum pernah, rasanya kau belum merasakan hidup indah. Hidup di masa kecil yang sangat mengembirakan, dimana tidak banyak masalah yang kita lalui, dimana masalah hanyalah soal mainan rusak, soal malas mengerjakan PR, soal baca komik terlalu lama lalu dinasihati, soal main terlalu lama di luar rumah, dan masalah-masalah remeh-temeh lainnya yang jika dipikirkan kembali hanyalah setitik debu kecil dari buku-buku masalah di perpustakaan manusia-manusia dewasa yang sudah ingin meledak saking penuhnya.

Itulah hujan memori, yang terkadang di sisi lain membuatku ingin kembali ke masa itu, masa yang sangat enteng seperti serpihan kapas, dan berbeda di masa peremajaan ini. Masalah menjadi satu titik pusat kehidupan yang kata orang banyak akan menjadikan kita dewasa. Sedih. Ingin sekali aku dipeluk lagi oleh bapak dan ibu. Diciumi lalu mereka akan bilang “jangan sedih yah, anak ibu dan bapak yang ganteng.” Tapi itu sudah di luar ekspetasiku. Inilah saat kita tumbuh, saat dimana kita perlu memikirkan bagaimana masa depan nanti, bagaimana setelah lulus nanti, mau kerja apa, atau mau meneruskan pendidikan, bagaimana skripsi, bagaimana menyeimbangkan dengan organisasi, bagaimana sosialisasi dengan oaring-orang guna relasi, bagaimana tidurku, bagaimana makanku, dan bagaimana ibadahku.

Hujan, hujan, hujan. Bermain ditengah guyurannya adalah salah satu hal terseru sepanjang masa. Dengan derasnya air yang turun dari langit, dari tangan Tuhan yang begitu menyegarkan dan menenangkan. Bapak akan sangat mengizinkanku untuk bermain hujan dengan teman-teman, jikala hujan itu memang sangat deras. Tapi, bagaimana dengan usia sekarang? Aku malah takut kehujanan. Takut buku-bukuku kebasahan. Takut sakit lalu tidak bisa masuk kuliah keesokannya. Takut pakaian dan sepatuku basah lalu tidak bisa dipakai untuk besok. Dan alasan lain yang lebih kekanak-kanakan daripada aku yang hidup di masa lalu.

Hujan, akankah kau kembali menjadi seperti dulu? Atau bisakah aku bisa menjadi seperti dulu?
Untuk kita yang mengagumi hujan

Comments