{E}

Kali ini, {e}, sebuah subjek cerita, seorang protagonis, terkurung dalam tanda kurung. Ia berusaha keluar dan berbaur dengan frasa dan kalimat lainnya, ia berusaha bergabung dengan cerita ini. Namun sayang, {e} masih saja terkurung meski sudah berusaha sekeras mungkin. Selama beberapa menit saat cerita ini dibuat, tak ada yang {e} bisa lakukan kecuali berbaur dengan tanda kurung itu. Menit-menit lainnya, dengan lingkungan yang diciptakan oleh tanda kurung tersebut, {e} bisa terbentuk menjadi {ë}, yang ternyata merubah sikapnya menjadi sinis. Menit-menit selanjutnya, masih dalam tanda kurung, ia menjadi {ē} yang pemurung, lalu {ě} yang pemarah, lalu {ĕ} yang berbaik hati, lalu {ę} yang bijaksana, lalu {ė} yang tenang, lalu {ə} yang tidak diketahui wujud dan bentuknya—penjelasan ini masih sangat terbatas pada bentuknya yang terakhir, bila ingin tahu lebih jauh, silahkan tanyakan langsung kepadanya. Namun, saat perubahan masih terus terjadi, ia sadar masih ada inti {e} yang sesungguhnya, yang menjadi sandaran utama, yang tak akan berubah meski di luar ia menjadi yang lain. Ia sadar bahwa ia berusaha merubah dirinya hanya untuk keluar dari tanda kurung, namun tak akan pernah bisa, sebuah hal yang mustahil. Cerita terus bergulir, namun {e} masih mengulur waktu dalam permenungannya. Ketika huruf-huruf lainnya sudah berbaur dan membentuk kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, lalu satu wacana, {e} masih di dalam tanda kurung, sendiri, terasingkan. Dengan benturan semacam ini, setelah menit paling lama ia berpikir dan berputar dalam ruangnya yang sempit, ia akhirnya berusaha menerima apa adanya keadaan yang ia jalani dalam cerita ini sebagai sebuah subjek cerita, sebagai seorang protagonis. Dalam proses penerimaannya, {e} tumbuh dan berkembang, berkembang dan tumbuh, tumbuh berkembang dengan menit-menit lainnya menjadi {E}. Bukan, ini bukan proses pendewasaan, hanya tumbuh berkembang saja. Tidak, ia tidak menjadi dewasa, hanya berkembang dan tumbuh. Lambat laun, {E} akhirnya tahu bahwa untuk keluar dari tanda kurung cukuplah sederhana, dengan menerima. {Namun, setelah} E {keluar dari dalam tanda kurung,} E {tersadar kembali bahwa di luar tanda kurung hanya ilusi, sebuah mimpi fiktif yang ternyata mengasingkan dirinya lagi menjadi sebuah subjek cerita, seorang protagonis yang berada di luar tanda kurung}.

Comments

Popular Posts