Kronik Kesendirian


Gerbang kelopak dan kesadarannya baru saja terbuka sesaat setelah mendengar Waltz Kedua karya Dmitri Shostakovich yang penuh dengan kegembiraan juga kesedihan, kemeriahan juga kesendirian, dari gramofon yang terletak di samping tubuhnya yang rebah di tengah gurun yang angin malamnya langsung menggigilkan tubuh tanpa sehelai pembalut itu. Ia mencoba mencari perlindungan dari kekejaman yang menusuk tersebut, namun yang dimilikinya kini hanya tubuh dan gramofon tua yang sedang melantunkan Nocturne, Op. 9 dari Frédéric Chopin, lagu yang mendadak membuatnya kosong, sepi, dan semakin menggigil. Di bawah sinar mistis rembulan yang lembut, di tengah samudra pasir yang terbentang tak berkesudahan, matanya pun mulai merembes, tubuh telanjangnya bergetar, dan pikirannya melayang ke gemintang bercahayakan gema surgawi. Terjadi keanehan di sekitar gelombang aura tubuhnya, kedua tangan yang lemah mengais-ngais pasir di sekitarnya, membasuhkan pasir itu ke seluruh tubuhnya, lalu wajahnya, kemudian ia duduk, menatap langit, menatap tubuhnya yang ia rasa penuh kekurangan, lalu ia lihat kembali gramofon di sampingnya yang mengkilat disirami cahaya rembulan. Ia membangkitkan tubuhnya, berdiri, memperhatikan ruang tanpa ujung yang mengelilinginya; yang ia lihat hanya pasir serta bebukitannya yang terbentang luas, juga angin yang berhembus kencang, ia masih kedingininan, hanya saja ada rasa menggejolak yang menyelimutinya. Ia mulai melangkahkan kakinya ke arah yang tak diketahuinya, berjalan meninggalkan gramofon yang sedang memainkan Carnival of the Animals dari Camille Saint-Saëns. Setelah berjalan cukup lama, di bawah hantaman sinar matahari yang mencekam juga rembulan yang membawa angin menusuk, meski ia tidak begitu menyadari konsep ruang dan waktu, ia mulai membayangkan seseorang yang terbuat dari butiran-butiran pasir; sambil terus berjalan selama beberapa waktu, mungkin dua sampai tiga minggu, ia mulai membayangkan tulang-belulang yang membentuk kerangka, lalu empat minggu kemudian bagian-bagian dalam tubuh, kemudian beberapa minggu kemudian otot, lalu kulit, lalu indra, lalu rambut, kuku, hingga utuh menjadi seseorang di bulan keduabelas setelah ia memulai perjalanan. Suatu malam, ia sadar setelah selesai membayangkan orang dalam benaknya, bahwa gurun yang ia tapaki selama dua belas bulan adalah ruang tak berujung, dan yang mengejutkan lagi, tak jauh dari posisi ia berdiri, ia melihat gramofon yang dulu ia tinggalkan, serta seseorang yang sedang duduk menatap langit. Ia mendekatinya diam-diam, lalu dari balik sebuah bukit ia memperhatikan orang itu, menyelidiki tubuhnya sungguh-sungguh, dan dikejutkan kembali bahwa orang itu adalah seseorang yang ia bayangkan terbuat dari butiran-butiran pasir selama dua belas bulan yang lalu. Tak lama orang itu berdiri, lalu mulai berjalan ke arah yang sama ketika pertama kali dirinya memulai perjalanan panjang. Ia mendekati tempat di mana gramofon terletak, dan menyadari bahwa lagu yang sedang diputar adalah lagu yang sama saat ia meninggalkan tempat itu, Carnival of the Animals karya Camille Saint-Saëns. Jantungnya berdegup kencang, kontras dengan lagu yang sedang menghiasi kumpulan pasir yang dipijaknya, beberapa saat kemudian degup itu membuat tubuhnya lemas, mambuat rasa di sekitarnya kembali kosong seperti semula ia bangun, ia kembali merasa sendirian dan kedinginan, lalu tak lama tubuhnya tumbang menjadi serpihan pasir, dan terbesit di pikirannya yang tinggal sesaat bahwa dirinya tak lebih dari seseorang yang juga pernah dibayangkan oleh orang lain.

Comments