Meja-meja yang Berterbangan di bawah Ranjang


Beberapa benda mati menatap langit cerah dan merah di sebuah padang rumput yang menurut dan manut-manut. Mereka mendekati maut namun tak semrawut. Mereka sudah maut namun tak kisut. Sejumlah benda mati menikmati semilir angin yang menanam janin, yang merasa dingin dalam tautan daring. Beberapa benda mati tak ingin mati, mereka ingin berdiri dan meneriaki kaki-kaki kursi, mereka ingin berjuang mempertahankan goyangan ilalang di padang gersang. Para benda mati tetap hidup dalam celana-celana yang tak berkemeja, tetap bernapas di bawah lantai peternakan ayam. Benda-benda mati itu bilang kepada benda-benda mati lainnya bahwa mereka adalah benda-benda mati yang terlahir dari sebuah timbunan kerak telur, dari semangkuk sup brokoli hangat. Namun yang hidup tetap menyatakan mati walaupun benda hidup, berbeda dengan benda mati yang mengakui dirinya sebenar-benarnya hidup, bergerak, makan, minum, duduk di atas kursi-kursi yang baru siuman patah kaki. Tiga benda mati bermain dengan dua benda mati dewasa dan sejumlah angka dan huruf, dengan pertambahan dan paragraf, dengan gravitasi dan wacana. Mereka bermain ayunan, petak umpet, sampai lelah dan hilang di tengah kertas putih yang berdarah, yang terluka karena terinjak mata yang tajam menatap. Mereka bepergian terlalu jauh sampai ke ujung galaksi, kehilangan jejaknya sendiri untuk pulang ke pangkuan pepohonan, ke pangkuan tanah-tanah yang baru tersiram hujan. Saat pulang, hanya ada awan-awan di langit rumah, hanya ada ujung tombak kegelisahan antara kamar mandi dan ruang tamu. Para benda mati tertidur pulas di atas gerakan daun yang terlempar di tengah gugur. Para benda mati menetap dalam diam dan diam, diam dalam dan dalam. Para benda mati hidup dalam butiran air genting yang jatuh, yang berbentuk meja-meja yang sesekali terbang, sesekali berkicau di bawah ranjang-ranjang milik para benda mati.

Comments