Percakapan Paling Penting Minggu Ini Sebelum Sarapan di Hari Sabtu Perihal Sebuah Apresiasi dan Tanggapan Atas Sebuah Karya Masif Akhir-akhir Ini


Baiklah, biarkan aku menarik napas sejenak lalu menghembuskannya, mengulangnya, dan mengulangnya sekali lagi. Oke. Sebentar, kuminum segelas air mineral ini dulu. Oke. Tidak, aku tidak butuh apa-apa lagi. Terima kasih. Mari kita bicarakan. Hah, kuhembuskan napas lagi. Maaf. Mari mulai. Apa yang sebenarnya orang pikirkan saat ini? Mereka pikir begitu? Hah? Mereka pikir bahwa kengerian itu diagungkan? Begitu? Aku tidak tahu. Sungguh, aku tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dia diagungkan? Hmm, tapi permainannya memang bagus. Namun, sepertinya apa yang dibawakan jadi hal yang digemari orang saat ini. Ya, itu maksudku. Tidak, bukan berarti aku menolak. Itu bagus, sangat bagus. Cuma, ya begitu, mereka jadikan kengerian itu sesuatu yang perlu dan biasa saja, padahal itu kan mengerikan. Nah, kau paham maksudku. Eh, bukan, bukan seperti itu. Maksudku, bagaimana yah menjelaskannya? Sebentar, biarkan aku minum lagi. Oke, hah. Maaf aku menghembuskan napas lagi. Iya, iya begitu. Tapi tidak sepenuhnya seperti itu. Begini, apa yang dibahas, memang ada yang menolak, dan sebagian besar, khususnya yang sedang dalam gonjang-ganjing, menjadikan kengerian itu biasa, gaya hidup lah sederhananya. Ya, gaya hidup. Aneh kan? Padahal itu kan menakutkan. Padahal kan itu menyakitkan. Maka dari itu, aku bingung harus bersikap seperti apa. Saran? Hmm, mungkin tak ada. Sebentar, mau minum lagi. Oke, kalau saran sih, apa yah? Mungkin tak usah terlalu dibesar-besarkan kengerian itu. Karena itu mengerikan, sederhana sih. Itu bukan gaya hidup, begitu. Tapi, kalau memang sudah terjadi, dibicarakan saja. Minta bantuan teman. Ya, seperti kamu dan aku. Aku akan bicara kepadamu kalau punya kengerian sepertinya. Memang tak mudah. Cerita saja ke orang lain, dan orang lain itu perlu merespon dengan lapang, maksudnya dengan sikap terbuka dan tak menekan, begitu. Ya, itu saja. Jangan jadikan gaya hidup, karena itu mengerikan, dan jika memang sudah terjadi, jangan merasa sendiri. Kenapa? Karena, apa yah? Tidak tahu. Banyak sekali yang membahasnya. Iya, baru juga rilis sudah banyak diperbincangkan. Memang bagus aku akui. Sangat bagus. Ya, cuma itu, efeknya kadang-kadang dimisinterpretasi. Penafsiran memang beda-beda sih tiap kepala. Iya. Heeh. Aku paham kok. Sebentar, hah, maaf yah aku menghembuskan napas melulu. Maaf sekali lagi. Ya, oke. Oke. Iya, benar itu saja. Tapi kamu juga bernapas kan? Bagus kalau memang iya. Karena kalau tidak bernapas, kasihan pohon-pohon yang sudah berusaha. Nah, kau paham kan maksudku. Hah? Boleh, nanti aku temani. Memang, hendak nonton di mana? Iya, aku akan jelaskan kalau kau mau. Tapi ya seperti yang tadi kujelaskan: jangan jadikan gaya hidup, karena itu bukanlah gaya hidup, itu penyakit. Kan, tak seharusnya penyakit menjadi gaya hidup. Ya, kan? Nah, begitu. Iya, ayo. Tak apa, aku bisa menikmatinya meski sudah dua kali kok. Tidak, tidak, jangan ajak adikmu, bukan untuk anak kecil. Boleh lah kalau kakakmu. Kenapa? Oh, iya di situ saja, murah dan nyaman. Oke. Rabu ini? Sehabis terapi kan? Oke. Iya sih, naik mobilmu saja bareng. Iya, santai saja. Tapi ingat saranku yah. Iya, akan diminum obatnya, nanti. Sebentar, minum dulu. Ah, segar yah air mineral. Hah? Masa perlu dijelaskan lagi? Ya, karena itu penyakit, dan sakit itu tidak enak. Iya, nanti kuminum obatnya. Kamu cerewet sekali. Eh, Mba Suster. Maaf, Mba. Iya, oke. Hah? Jangan, Mba. Jangan dong. Enggak mau ah. Mba, tolong, jangan. Mba suster jangan gitu dong sama saya. Mba, apa-apaan sih. Jangan tarik-tarik saya. Loh? Kok temannya datang? Jangan! Eh, jangan diikat dong. Eh. Ah, anjing! Bangsat! Apa-apaan sih? Brengsek lu pada yah? Tai! Gua mau di kamar aja. Gua mau duduk! Gua mau diskusi sama dia! Bangsat kalian semua!

Comments